MK Tolak Uji Materi Syarat Pendidikan Capres-Cawapres
- account_circle Nisrina
- calendar_month Jum, 18 Jul 2025

Oplus_131072
menalar.id- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terkait syarat pendidikan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diajukan oleh konsultan hukum Hanter Oriko Siregar dan mahasiswa Horison Sibarani.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 87/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (15/7/2025).
Permohonan ini menguji Pasal 169 huruf r Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang menyatakan bahwa capres dan cawapres minimal harus tamat SMA atau sederajat. Para pemohon meminta agar syarat tersebut diubah menjadi minimal lulusan sarjana strata satu (S-1) atau yang sederajat.
Namun, menurut MK, usulan itu justru bisa membatasi hak warga negara. Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa aturan saat ini tidak menghalangi partai politik untuk mengusung calon dengan pendidikan tinggi. Sebaliknya, jika syaratnya diubah menjadi S-1, justru akan mempersempit pilihan.
“Apabila syarat pendidikan minimum adalah tamat SMA atau sederajat, maka kandidat bisa dari berbagai latar belakang pendidikan, termasuk yang sudah sarjana,” ujar Ridwan.
Mahkamah juga menilai aturan ini tidak membatasi hak pemilih. Sejak pemilu langsung pertama tahun 2004, banyak calon presiden dan wakil presiden yang berlatar pendidikan lebih tinggi dari SMA. Jadi, menurut Mahkamah tak ada persoalan konstitusional dalam pasal tersebut.
Ridwan menambahkan, Undang-Undang Dasar 1945 tidak secara langsung mengatur batas minimal pendidikan capres dan cawapres. Tapi Pasal 6 ayat (2) UUD memberi wewenang kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur syarat tambahan.
“Jika diperlukan, aturan soal batas pendidikan ini bisa saja dikaji ulang oleh pembentuk undang-undang di masa mendatang, demi kepentingan terbaik bangsa dan negara,” kata Ridwan.
Berdasarkan seluruh pertimbangan itu, Mahkamah menyatakan permohonan para pemohon tidak beralasan secara hukum.
Namun, Ketua MK Suhartoyo memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Ia menilai para pemohon seharusnya tidak memiliki kedudukan hukum, sehingga Mahkamah seharusnya tidak melanjutkan pemeriksaan pokok permohonan.
(Sumber: ANTARA)
- Penulis: Nisrina