Soeharto Kembali Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Pro dan Kontra Merebak
- account_circle Sayida
- calendar_month Sel, 22 Apr 2025

menalar.id,. – Kementerian Sosial bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) sedang memproses pengusulan tokoh-tokoh yang layak menerima gelar Pahlawan Nasional dari negara. Dari sepuluh nama dalam daftar calon Pahlawan Nasional 2025, empat di antaranya merupakan usulan baru, sementara enam lainnya adalah pengajuan ulang dari tahun-tahun sebelumnya.
Proses Pengusulan Gelar Pahlawan Soeharto
Rencana mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional sebenarnya sudah berjalan sejak 15 tahun lalu. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pertama kali mengusulkan nama Soeharto pada 2010. Saat itu, Soeharto termasuk dalam daftar sepuluh calon yang diajukan ke Kementerian Sosial (Kemensos).
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau akrab disapa Gus Ipul mengatakan, usulan memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat.
“Jadi memenuhi syarat melalui mekanisme. Ada tanda tangan Bupati, Gubernur, itu baru ke kita. Jadi memang prosesnya dari bawah,” ucap Gus Ipul, dikutip dari laman resmi Kemensos.
Daftar Nama yang Diusulkan
Empat nama baru tahun ini adalah Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur). Sementara itu, tokoh yang diajukan kembali meliputi Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).
Dari enam nama yang diajukan ulang, salah satu yang menarik perhatian adalah Jenderal Soeharto (Jawa Tengah), mantan Presiden Republik Indonesia yang menjabat selama 31 tahun dua bulan lebih lama daripada presiden lainnya di Indonesia.
Reaksi Masyarakat Sipil
Masuknya kembali Soeharto dalam daftar calon Pahlawan Nasional memicu kritik dari masyarakat sipil, terutama karena ini bukan kali pertama pencalonannya. Jika pemerintah tetap mempertahankan usulan ini, publik patut mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum, demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Sayangnya, sikap pemerintah saat ini justru menunjukkan dukungan terhadap pencalonan Soeharto. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi bahkan menilai usulan ini sebagai langkah positif. Sebagai politikus Partai Gerindra, ia berpendapat bahwa mantan presiden seharusnya mendapat penghormatan sebagai pahlawan nasional.
“Usulan dari Kementerian Sosial terhadap Presiden Soeharto saya kira kalau kami merasa bahwa apa salahnya juga? Menurut kami, mantan-mantan presiden itu sudah sewajarnya untuk mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Senin (21/4/2025).
Prasetyo meminta masyarakat tidak hanya melihat kekurangan Soeharto, tetapi juga prestasinya. Pernyataan ini seolah mewakili sikap atasannya, Presiden Prabowo Subianto, yang pernah menyatakan rencana mengupayakan gelar pahlawan untuk Soeharto saat kampanye Pilpres 2014.
Sejarah Usulan Gelar untuk Soeharto
Wacana pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto muncul beberapa hari setelah kematiannya pada 28 Januari 2008. Ketua Fraksi Partai Golkar saat itu, Priyo Budi Santoso, mengusulkan agar masyarakat memaafkan Soeharto, tetapi usulan ini ditolak oleh fraksi lain di DPR dan publik.
Pada 2010, usulan serupa sempat dipertimbangkan Dewan Gelar Tanda Jasa dan Kehormatan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi tidak terlaksana. Partai Golkar kembali mengusulkannya pada 2016 melalui Munaslub, namun mentok di Kementerian Sosial. Kini, usulan tersebut kembali dihidupkan.
- Penulis: Sayida