IHSG Merosot di Awal September, Sektor Teknologi dan Finansial Tertekan
- account_circle Nisrina
- calendar_month Sen, 1 Sep 2025

menalar.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 1,21% atau 94,42 poin ke level 7.736,07 hari ini. Dari ribuan saham yang diperdagangkan, lebih banyak yang turun, yakni 557 saham, sementara yang naik hanya 185 saham, dan 214 lainnya stagnan. Nilai transaksi juga cukup besar, mencapai Rp 23,32 triliun, dengan volume perdagangan sebanyak 37,27 miliar saham dari 2,29 juta transaksi.
Hanya sektor kesehatan yang berhasil naik, menguat 1,5%. Sementara itu, sektor teknologi turun paling dalam hingga 3,08%, diikuti sektor finansial yang turun 1,75%.
Salah satu penyebab turunnya sektor teknologi adalah penurunan saham DCCI yang anjlok 5,31% ke harga 322.400. Saham bank juga ikut memberi tekanan pada IHSG, dengan BBRI menyumbang penurunan indeks sebesar 14,83 poin, BMRI 10,5 poin, BBCA 7,14 poin, dan BREN 4,74 poin.
Penurunan IHSG ini dipengaruhi situasi kerusuhan yang masih berlangsung di beberapa daerah. Investor jadi berhati-hati karena ketidakpastian ini, apalagi potensi kerusuhan dinilai masih ada sepanjang pekan ini.
Anggota Dewan Komisioner OJK, Inarno Djajadi, mengingatkan agar investor jangan mudah terpancing rumor. “Investasi harus didasarkan pada fakta, bukan gosip,” katanya. Dia juga optimis Indonesia tetap punya masa depan yang cerah.
OJK juga memastikan kebijakan pembelian kembali saham (buyback) tanpa harus lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masih berlaku, sebagai langkah mengantisipasi penurunan pasar.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, bilang pasar saat ini dipengaruhi dua hal: kondisi fundamental dan persepsi. “Fundamentalnya masih bagus, tapi yang sedang berat adalah persepsi investor asing,” ujarnya.
Selain itu, MSCI baru saja mengumumkan perubahan daftar indeksnya untuk Agustus 2025. Ada beberapa perusahaan yang masuk dan keluar dari daftar MSCI Global Standard dan Small Cap Index.
Sebagai pengingat, IHSG pernah mengalami penurunan besar di masa lalu, seperti saat krisis moneter 1998, krisis keuangan global 2008, dan April 2025 lalu setelah kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat diumumkan.
- Penulis: Nisrina