Negara ini Sahkan UU Bebas Tolak Instruksi Bos di Luar Jam Kerja
- account_circle Nazula Destiyana
- calendar_month Ming, 24 Agu 2025

menalar.id – Australia kini resmi sahkan undang-undang terkait pekerjaan di luar jam kerja. Dengan begitu, pekerja di negara kanguru tersebut dapat menolak apabila mendapat instruksi bos di luar jam kerja.
Hal ini diumumkan oleh Perdana Menteri Anthony Albanese lewat unggahan di akun Instagramnya @albomp, Jumat (23/8/2025).
“Nikmati waktu luang Anda akhir pekan ini. Mulai minggu depan, lebih banyak pekerja di Australia akan memiliki hak untuk memutuskan koneksi,” katanya dalam keterangan video yang diunggah, dikutip CNNIndonesia.com.
Sebelumnya, aturan ini hanya berupa imbauan bernama right to disconnect. Imbauan tersebut pertama kali diterapkan pada 2024, didorong oleh kekhawatiran akan meningkatnya budaya kerja always on yang makin melelahkan sejak pandemi Covid-19.
Fakta UU Ini
Data dari Centre for Future Work mencatat, tujuh dari sepuluh pekerja di Australia masih mengerjakan tugas di luar jam kerja. Pada 2023 juga rata-rata pekerja mencatat 281 jam lembur tanpa bayaran, yaitu setara hampir Rp120 juta per tahun bila dihitung dengan upah rata-rata.
Kondisi ini memicu kelelahan fisik, stres, hingga masalah kesehatan mental. Maka dari itu, pemerintah memutuskan perlindungan hukum diperlukan.
Mengutip dari NPR, aturan ini sebenarnya sudah disahkan pada 2024. Namun baru berlaku penuh untuk semua pekerja, termasuk di perusahaan kecil, sejak Agustus 2025.
Meski begitu, undang-undang ini tidak sepenuhnya melarang atasan menghubungi karyawan setelah jam kerja. Hanya saja, pekerja kini berhak menolak. Fair Work Commission (FWC), menegaskan penolakan dianggap sah kecuali dalam kondisi darurat atau hal mendesak.
“Kalau darurat tentu wajar bila pekerja diminta merespons. Tapi kalau sekadar urusan rutin, biarlah menunggu sampai jam kerja berikutnya,” ujar Menteri Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Murray Watt.
FWC juga mengatur agar sengketa terkait right to disconnect diselesaikan secara internal lebih dulu. Bila gagal, pekerja dapat meminta FWC mengeluarkan stop order.
Sambutan dan kritik
Serikat pekerja menyambut aturan ini sebagai kemenangan besar. Presiden Australian Council of Trade Unions Michele O’Neil, menilai right to disconnect akan membantu mengurangi lembur tak dibayar sekaligus menjaga kesehatan mental.
“Lebih banyak uang di kantong, lebih banyak waktu bersama keluarga, dan kebebasan menjalani hidup sepenuhnya—itulah arti hak untuk memutus koneksi,” kata O’Neil.
Namun, kritik tetap bermunculan. Pemimpin oposisi Peter Dutton menyebut kebijakan tersebut berpotensi merusak hubungan kerja dan berjanji akan mencabutnya bila koalisinya menang Pemilu 2025. Business Council of Australia juga menilai aturan ini dapat menekan produktivitas dan melemahkan daya saing bisnis.
Dengan diberlakukannya aturan ini, Australia bergabung dengan lebih dari selusin negara lain yang lebih dulu mengadopsi right to disconnect, termasuk Prancis sejak 2017 serta sejumlah negara Eropa dan Amerika Selatan.
Penulis Nazula Destiyana
Sejak kecil tumbuh di antara koran dan buku, kini berkembang menjadi penulis yang mengeksplorasi jurnalistik, penelitian, dan media digital. Aktif dalam kompetisi menulis dan UI/UX, serta selalu penasaran dengan dunia politik dan sains teknologi.