Dedi Mulyadi: Pemprov Jawa Barat Bakal Sekolahkan Dokter Umum Jadi Spesialis Mulai 2026
- account_circle Nisrina
- calendar_month Jum, 22 Agu 2025

menalar.id – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berencana menganggarkan biaya pendidikan dokter umum di rumah sakit pemerintah untuk melanjutkan sekolah spesialis pada 2026. Nantinya, para dokter lulusan program ini wajib kembali mengabdi di daerah asal. Kalau melanggar, mereka harus membayar denda.
“Kalau tidak kita tidak akan melahirkan dokter-dokter pengabdi, dokter-dokter ikhlas, dan menurut saya tidak mahal biaya itu,” kata Dedi saat menghadiri seminar nasional soal pencegahan perundungan, gratifikasi, korupsi, dan tindak pidana kekerasan seksual di fasilitas kesehatan, Aula Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat (22/8/2025).
Dedi menjelaskan, program ini bisa diikuti oleh dokter dengan berbagai status, termasuk pegawai tidak tetap atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang sudah puluhan tahun mengabdi di Puskesmas. Ia bahkan sudah mengantongi sepuluh nama calon peserta kuliah gratis di Fakultas Kedokteran Unpad.
Selain itu, ia juga menyiapkan penjaringan calon dokter sejak bangku SMA. “Saya akan melakukan penjaringan terhadap calon dokter di seluruh SMA di Jawa Barat nanti akan dibuat seleksi,” ujarnya.
Menurut Dedi, mahalnya biaya pendidikan menjadi penghalang besar untuk mencetak dokter spesialis. Padahal, dulu profesi dokter identik dengan pengabdian, sementara sekarang lebih banyak dihitung dengan kacamata profesionalisme.
“Kalau materialisme dunia kesehatan maka pikiran untuk menyehatkan masyarakat akan jauh panggang dari api karena dunia kesehatan dunia bisnis,” katanya.
Di hadapan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Dedi menekankan pentingnya peran negara dalam mendukung pendidikan dokter spesialis. Tanpa bantuan, hanya dokter dari keluarga berada yang bisa melanjutkan studi.
“Tidak ada kemajuan sebuah bangsa tanpa mengeluarkan dana untuk kepentingan pendidikan,” tambahnya.
Selain soal pendidikan, Dedi juga berharap tidak ada lagi praktik perundungan atau pemerasan dalam dunia pendidikan dokter spesialis.
Sementara itu, Direktur Utama RSUP dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Rachim Dinata Marsidi, menegaskan pihaknya punya tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan kerja dan pendidikan yang aman, bermartabat, serta bebas dari kekerasan.
“Kasus-kasus perundungan, gratifikasi, maupun tindak kekerasan yang terjadi di fasilitas kesehatan tidak hanya merusak integritas institusi tetapi juga menggerus kepercayaan masyarakat dan berdampak langsung pada mutu pelayanan di rumah sakit,” ujarnya.
Rachim menambahkan, RSHS sudah membentuk satuan tugas internal pencegahan dan penanganan kekerasan, menyediakan jalur pelaporan rahasia, mengintegrasikan edukasi antikekerasan dalam kurikulum klinik, hingga membuat sistem monitoring yang transparan dan akuntabel.
- Penulis: Nisrina
