Kepala BPN Jabar Khawatirkan Potensi Konflik Lahan dengan TNI-AU
- account_circle Sayida
- calendar_month Sen, 19 Mei 2025

menalar.id,. – Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Barat, Yuniar Hikmat Ginanjar, menyampaikan kekhawatirannya mengenai potensi konflik antara masyarakat dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) terkait sengketa lahan. Dia mengadukan persoalan ini kepada Komisi II DPR RI dalam Rapat Dengar Pendapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (19/5/2025).
Empat Wilayah Rawan Konflik Lahan
Ginanjar memaparkan potensi konflik lahan tersebar di empat lokasi, yakni Peta 76 di Kota Bandung, Landasan Udara Atang Sendjaja di Kabupaten Bogor, lahan TNI AU di Ujung Genteng Kabupaten Sukabumi, dan Landasan Udara Sukani di Kabupaten Majalengka. “Konflik masyarakat dengan TNI AU di Jawa Barat cukup banyak,” ujar Ginanjar.
Menurutnya, sengketa lahan antara warga dan TNI AU di Jawa Barat telah berlangsung puluhan tahun. Dia mencontohkan kasus lahan Peta 76 Bandung yang belum terselesaikan selama 50 tahun. Meski belum terjadi konflik horizontal yang memicu kekerasan, Ginanjar memperingatkan risiko tersebut bisa muncul sewaktu-waktu.
“Tipologi sebaran konflik yang sudah menahun dan berpotensi menimbulkan konflik horizontal. Sampai sekarang masing-masing pihak bisa menahan diri. Tapi saya yakin kalau suatu saat, akan sampai kapan bisa dipertahankan,” tegas Ginanjar.
Komisi II DPR RI Akui Persoalan Serupa di Berbagai Daerah
Merespons laporan tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengakui persoalan kepemilikan lahan TNI di tengah pemukiman warga bukan hal baru. Politisi NasDem ini menceritakan kasus serupa terjadi di kampung halamannya, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
“Di tempat saya, luasnya itu 5 kilometer x 5 kilometer. Jadi aset mereka (TNI) terdaftar di negara. Di dalamnya ada kampung, sawah, dan macam-macam,” jelas Rifqi.
Menurutnya, kepemilikan lahan TNI di kawasan permukiman sah secara hukum karena tercatat dalam aset negara. Namun, dia mengakui potensi konflik penguasaan lahan tetap ada akibat keberadaan warga di wilayah tersebut.
“Sepanjang itu terdaftar, kita belum punya solusi. Maka saya minta ke ATR/BPN, coba kita carikan solusinya,” pungkas Rifqi.
- Penulis: Sayida