Beras Oplosan Marak! 212 Merek Premium Terbukti Langgar Mutu dan HET
- account_circle Sayida
- calendar_month Ming, 13 Jul 2025

menalar.id,. – Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengonfirmasi bahwa pihak berwajib sedang menangani laporan terhadap 212 merek beras premium yang diduga melanggar ketentuan mutu, berat, dan Harga Eceran Tertinggi (HET). Bareskrim Polri telah memanggil para produsen terkait untuk dimintai keterangan terkait beras oplosan.
“Kasus ini sedang ditangani kepolisian. Sebanyak 212 merek dan perusahaan telah dilaporkan. Saat ini Bareskrim sedang memproses pemanggilan,” jelas Sudaryono saat mendampingi kunjungan persiapan peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Desa Bentangan, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Minggu (13/7/2025).
Sudaryono menegaskan akan mengoptimalkan pengawasan lintas kementerian dan lembaga untuk mencegah peredaran beras oplosan. “Pengawasan sebenarnya sudah melibatkan Badan Pangan, Kementan, dan Kementerian Perdagangan. Kami akan intensifkan koordinasi karena masyarakat yang menjadi korban,” tegasnya.
Wamen Pertanian itu menyatakan akan menindak tegas seluruh produsen nakal tanpa pandang bulu. Ia menekankan pentingnya penertiban berkelanjutan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat. “Kami tidak ingin berlarut-larut. Yang penting ke depan semua harus patuh aturan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkap temuan mengejutkan dari hasil pemeriksaan 268 merek beras premium. Hasil uji laboratorium di 10 provinsi menunjukkan 85,56% sampel tidak memenuhi standar mutu, 59,78% dijual melebihi HET, dan 21% memiliki berat tidak sesuai.
“Temuan ini sangat merugikan konsumen,” tegas Amran dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/6). Ia telah melaporkan 212 produsen ke Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti. Pengawasan dilakukan bersama Satgas Pangan dan Badan Pangan Nasional.
Mentan Amran Sulaiman menegaskan, praktik beras oplosan ini menimbulkan kerugian luar biasa hingga Rp 99 triliun per tahun, atau hampir Rp 100 triliun jika dipertahankan.
“Contoh ada volume yang mengatakan 5 kilogram padahal 4,5 kg. Kemudian ada yang 86 persen mengatakan bahwa ini premium, padahal itu adalah beras biasa. Artinya apa? Satu kilo bisa selisih Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per kilogram,” ujarnya dalam video yang diterima Kompas.com, dikutip Sabtu (12/7/2025).
“Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian,” sambungnya.
Penulis Sayida
Memimpin tim redaksi dengan fokus pada pemberitaan akurat, mendalam, dan memancing nalar pembaca. Fokus di rubrik nasional, ekonomi, dan hukum