Tuntut KUHAP, KontraS: “Kami Pertimbangkan untuk Judicial Review”
- account_circle Nazula Destiyana
- calendar_month Jum, 21 Nov 2025

menalar.id., – Aksi Kamisan ke-887 kembali berlangsung di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat (20/11/2025). Para peserta menuntut pemerintah untuk mencabut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena dinilai memperluas potensi penyalahgunaan kewenangan aparat.
Para peserta aksi membawa berbagai poster dengan beragam tulisan, di antaranya; ‘Tolak Revisi KUHAP, Lindungi Hak Rakyat’, ‘KUHAP Direvisi: Kekuasaan Pengak Hukum Makin Besar, Rakyat Makin Rentan’, ‘Darurat impunitas, Tolak RKUHAP’, hingga ‘Tolak Rancangan Kitab Undang-Undang Harapan Palsu (RKUHAP)’.
Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan revisi KUHAP, pada Selasa (18/11/2025). Regulasi baru ini merupakan upaya penyempurnaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
Namun, pengesahan tersebut justru memicu polemik dari publik. Mulai dari proses penyusunannya yang terburu-buru hingga pasal-pasalnya yang tidak berpihak kepada hak asasi manusia (HAM).
Respons KontraS
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Nadine Sherani turut merespons. Ia mengklaim, pihaknya telah melakukan dua jalur advokasi untuk menolak KUHAP ini.
Pertama, advokasi 360 derajat, yaitu kombinasi upaya hukum dan non-hukum. Ini termasuk pelaporan lanjutan ke lembaga-lembaga yang memiliki kewajiban mengawasi aparat.
Kedua, advokasi internasional. Salah satunya melalui pernyataan bersama (join statement) dengan ratusan organisasi global terkait HAM.
“Ada lebih dari 250 organisasi internasional, mereka sama-sama bawa isu HAM di negara. Pas itu pernah 250 organisasi itu ikut memberi tekanan atas isu terkait UU Polri,” ucap Nadine kepada redaksi menalar.id di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Hingga kini, KontraS juga membuka kemungkinan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), bersamaan dengan penguatan koalisi masyarakat sipil di tingkat nasional maupun internasional.
Aksi Kamisan Sebagai ‘Save Room’
Sementara itu, Nadine terus mengajak masyarakat untuk aktif mengawasi jalannya penegakan hukum, seperti pasal-pasal KUHAP ini. Maraknya disinformasi dan narasi yang menghasut membuat publik rentan menerima kebijakan tanpa pemahaman kritis.
Maka dari itu, ruang bersuara seperti Aksi Kamisan penting untuk memastikan isu-isu publik tidak terisolasi pada satu kelompok saja. Melainkan untuk seluruh isu HAM.
“Istilahnya ini save room-lah, siapa aja bisa mengungkapkan. Bisa bahas apa saja, waktu itu bahas Kanjuruhan dan yang bahas itu bukan hanya dari teman-teman Kanjuruhan,” ucapnya.
Penulis Nazula Destiyana
Sejak kecil tumbuh di antara koran dan buku, kini berkembang menjadi penulis yang mengeksplorasi jurnalistik, penelitian, dan media digital. Aktif dalam kompetisi menulis dan UI/UX, serta selalu penasaran dengan dunia politik dan sains teknologi.
