700 Jurnalis PHK di 2025, Alarm Merah bagi Masa Depan Demokrasi Indonesia
- account_circle Sayida
- calendar_month Kam, 8 Mei 2025

menalar.id,. – Industri media Indonesia tengah menghadapi ujian berat di tengah gempuran era digital. Perubahan pola konsumsi masyarakat dan migrasi besar-besaran iklan ke platform digital telah memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai perusahaan media ternama.
Kompas TV menjadi yang terbaru melakukan PHK massal terhadap ratusan karyawannya. Tak kalah drastis, MNC Group melalui Global TV memangkas 30% tenaga kerja divisi produksi, ditambah 400 karyawan dari berbagai unit.
TV One memberhentikan 75 pegawai, sementara Republika merumahkan 60 karyawan, termasuk 29 wartawan. CNN Indonesia bahkan melepas sekitar 200 karyawan, RTV mengurangi 40 karyawan per divisi, dan iNews mengambil langkah paling radikal dengan menutup seluruh kantor cabang daerah.
Seorang mantan reporter Kompas TV dengan suara lirih berbagi pengalaman pahitnya.
“Saya mengabdi 12 tahun sebagai jurnalis, lalu tiba-tiba diberi surat pemutusan kerja dalam amplop putih. Bukan cuma kehilangan pekerjaan, tapi juga kehilangan makna,” katanya.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat setidaknya 700 jurnalis dan pekerja media telah kehilangan pekerjaan di awal tahun 2025. Fenomena ini oleh AJI disebut sebagai “darurat ketenagakerjaan” dalam industri yang selama ini menjadi penjaga demokrasi.
Ketua LBH Pers dalam sebuah diskusi daring mengingatkan bahaya laten di balik krisis ini:
“Saat jurnalis kehilangan ruang, publik kehilangan informasi yang sahih. Itu bukan hanya krisis profesi, tapi krisis demokrasi,” ujarnya.
Akar masalahnya jelas karena masyarakat kini lebih memilih mengonsumsi konten dari YouTube, Netflix, Prime Video, hingga Max yang menawarkan akses cepat, personal, dan tanpa batas. Di sisi lain, aliran pendapatan iklan pun berpindah ke media sosial, kanal YouTube, dan influencer marketing.
Krisis ini bukan sekadar persoalan bisnis semata. Hilangnya media independen berarti melemahnya fungsi checks and balances dalam demokrasi, maraknya misinformasi dan hoaks, serta menyusutnya ruang publik yang sehat.
Pemerintah dinilai tidak boleh berdiam diri. Diperlukan regulasi yang menjamin porsi iklan untuk media, program pelatihan ulang bagi pekerja media yang terdampak, serta dukungan untuk inovasi model bisnis media seperti sistem berlangganan dan pendanaan hibah.
Ini adalah titik kritis bagi masa depan demokrasi Indonesia. Ketika pilar keempat demokrasi ini goyah, seluruh bangunan demokrasi kita terancam runtuh. Saatnya semua pihak seperti pemerintah, industri, dan masyarakat bersatu menyelamatkan industri media sebelum benar-benar hilang.
- Penulis: Sayida