DPR Sarankan Istilah Penulisan Ulang Sejarah Diganti Pemutakhiran
- account_circle Nisrina
- calendar_month Jum, 4 Jul 2025

menalar.id- Komisi X DPR menyoroti istilah “penulisan ulang sejarah” dalam revisi naskah sejarah yang digagas Kementerian Kebudayaan. Wakil Ketua Komisi X, Lalu Hadrian Irfani, menyarankan istilah itu diganti menjadi “pemutakhiran” (4/7/2025).
Lalu menyebut Komisi X sudah berdialog dengan akademisi dan guru besar sejarah di Universitas Hasanuddin, Makassar. Dalam pertemuan itu, para akademisi memberi masukan, termasuk soal istilah “penulisan ulang” sejarah.
“Nah, jadi masukan-masukan yang kami terima, diksi yang paling pas itu adalah pemutakhiran,” ujar Lalu dalam keterangan resmi (4/7/2025).
Lalu menilai istilah “penulisan ulang” bisa memicu kekhawatiran karena terkesan mengubah isi sejarah. Ia menyebut “pemutakhiran” lebih tepat karena memasukkan fakta dan temuan baru yang belum tercatat resmi.
Komisi X DPR menilai istilah itu lebih tepat secara akademik dan tak menimbulkan polemik. Karena itu, mereka berencana menyampaikan usulan tersebut ke Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Alasan penulisan ulang sejarah oleh Fadli Zon
Pada Rabu (2/6/2025), Komisi X DPR menggelar rapat kerja dengan Kementerian Kebudayaan. Menteri Fadli Zon menjelaskan, penulisan ulang sejarah bertujuan memperbarui narasi yang belum tersampaikan dan menghadirkan sisi positif sejarah sebagai pemersatu di tengah perbedaan.
“Jadi tone-nya kita positif juga, mengembangkan termasuk pencapaian di dunia internasional yang luar biasa dengan konferensi Asia Afrika, gerakan nonblok, dan lain-lain gitu ya. Kita berharap sejarah ini sebagai pemersatu bangsa kita dari berbagai masing-masing perbedaan,” jelas Fadli di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat.
Politikus Gerindra itu menyebut penulisan sejarah ini bertujuan melengkapi narasi yang belum utuh, agar generasi muda lebih mengenal sejarah dari sudut pandang Indonesia.
Fadli juga mengucapkan penulisan sejarah ini untuk memperbarui catatan lama dan mengisi kekosongan sejak era Presiden B.J. Habibie, 26 tahun lalu. Upaya ini mencakup pencarian data hukum dan temuan arkeologis untuk memperkuat fakta sejarah.
“Kita update ini termasuk temuan-temuan yang bersifat arkeologis, temuan sejarah yang lain, dan tone positif di dalam sejarah kita, dan perspektif Indonesia,” ucapnya.
Fadli menyebut proses penulisan sejarah saat ini masuk tahap uji publik. Pemerintah mulai mendengar masukan dari sejarawan, akademisi, arkeolog, hingga pemangku kepentingan lainnya.
Puan Maharani minta pemerintah tak abai
Puan Maharani mengingatkan pemerintah tak mengabaikan protes soal penulisan ulang sejarah. “Jangan terburu-buru, kita lihat lagi bagaimana fakta sejarah yang ada,” terangnya, Kamis (3/7/2025).
Puan mengatakan peristiwa kelam di masa lalu tetap harus diakui sebagai bagian dari sejarah. Ia mengingatkan pemerintah untuk jujur pada fakta dan tidak tebang pilih apa yang mau ditulis.
“Penulisan sejarah itu harus dilaksanakan sejelas-jelasnya, seterang-terangnya, tanpa ada pihak yang merasa dirugikan atau dihilangkan jejak sejarahnya,” katanya.
Ia menyinggung langkah Presiden ke-3 BJ Habibie yang mengakui kekerasan terhadap perempuan saat kerusuhan 1998. Karena itu, Puan mendorong pemerintah menengok kembali sejarah dengan jujur.
“Kalau kemudian dalam fakta sejarah itu memang dianggap ada yang enggak perlu (ditulis), ya apa betul? Karena banyak ahli-ahli sejarah yang menyatakan kita harus menyatakan namanya fakta sejarah,” terangnya.
Menurut Puan, pernyataan BJ Habibie tak bisa diabaikan. Ia mengingatkan pemerintah untuk tetap menghargai dan menghormati fakta sejarah.
“Jangan sampai fakta sejarah kemudian tidak dihargai atau dihormati.” Ujarnya.
- Penulis: Nisrina
