MK Pertanyakan Jalur Legislasi UU TNI 2025
- account_circle Nisrina
- calendar_month Sen, 28 Jul 2025

menalar.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan kejelasan proses legislasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Hal ini disoroti dalam sidang uji formil yang digelar pada Senin (28/7/2025), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pihak Presiden.
Hakim konstitusi Arsul Sani menyoroti penjelasan ahli dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi, yang dianggap belum konsisten menjelaskan jalur legislasi pembentukan UU TNI.
“UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 ini lahir dari kumulatif terbuka atau ruang prolegnas prioritas tahunan? Karena dari keterangan yang kami terima, keduanya tercampur,” kata Arsul dalam sidang.
Menanggapi hal itu, Ahmad Redi menyebut RUU TNI bisa masuk melalui beberapa jalur sekaligus, mulai dari carry over, kumulatif terbuka karena menjalankan putusan MK, urgensi nasional, hingga program reguler tahunan.
“Empat pintu, Yang Mulia. Saya maknai dia masuk ke carry over, bisa diklaim sebagai kumulatif terbuka, bisa juga sebagai urgensi nasional. Bahkan, kalau diklaim sebagai reguler, dia bisa direncanakan ulang pada 2024,” jelas Redi.
Pernyataan itu langsung dipertanyakan oleh hakim konstitusi Enny Nurbaningsih. Ia menilai, semestinya pembentuk undang-undang menjelaskan secara jelas jalur legislasi yang digunakan. Bahkan, menurut Enny, tidak ada dokumen yang mendukung klaim bahwa UU TNI masuk lewat jalur carry over maupun kumulatif terbuka.
“Kalau disebut carry over, itu harus tertulis. Kami sudah cari, tapi tidak menemukan dokumen operan seperti yang disebut Pak Ahmad Redi. Di daftar kumulatif terbuka pun ada yang menyebut, ada juga yang kosong,” ucap Enny.
Meski begitu, Redi tetap berpegang pada tafsirnya bahwa Pasal 71A UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan membuka ruang untuk memasukkan RUU melalui jalur operan.
“Menurut saya, kata ‘dapat’ dalam pasal itu artinya undang-undang bisa dimunculkan kembali dalam program prioritas,” katanya.
Namun, Arsul Sani kembali mengingatkan bahwa RUU TNI tidak tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024. “Coba dicek dokumennya lagi, dalam Prolegnas Prioritas 2024 itu tidak ada undang-undang TNI,” ujarnya.
Hakim konstitusi Saldi Isra lalu menutup sidang dengan menyatakan bahwa Mahkamah telah menetapkan batas tegas soal kategori carry over. “Soal carry over itu sudah ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Tidak bisa lagi ditafsirkan bebas,” tegasnya.
Sidang ini merupakan bagian dari pemeriksaan lima perkara uji formil terhadap UU TNI yang diajukan oleh sejumlah pemohon, termasuk akademisi, kelompok masyarakat sipil, dan organisasi advokasi. Mereka menilai pembentukan UU ini cacat prosedur dan tidak memenuhi prinsip keterbukaan publik.
- Penulis: Nisrina