Sejumlah Warga Gugat MK untuk Batalkan Putusan Pemilu Terpisah
- account_circle Nisrina
- calendar_month Sen, 4 Agu 2025

Oplus_131072
menalar.id – Sejumlah warga menggugat Mahkamah Konstitusi (MK). Bukan hal baru tapi sedikit berbeda, mereka meminta MK membatalkan putusannya sendiri soal pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
Yang menggugat
Dilihat dari situs resmi MK per Senin (4/8/2025), ada dua gugatan yang masuk. Gugatan pertama diajukan oleh Brahma Aryana, Aruna Sa’yin Afifa, dan Muhammad Adam Arrofiu Arfah, teregistrasi dengan nomor perkara 124/PUU-XXIII/2025.
Gugatan lainnya diajukan oleh Bahrul Ilmi Yakup, Iwan Kurniawan, dan Yuseva, dengan nomor perkara 126/PUU-XXIII/2025.
Apa yang Mereka Tuntut?
Dalam petitum gugatan 124, pemohon meminta MK membatalkan bagian dari putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dianggap membuka peluang perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD hasil Pilkada 2024. Pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah dinilai mengacaukan siklus lima tahunan sebagaimana dijamin UUD 1945.
“Keputusan Mahkamah Konstitusi, meskipun didasarkan pada interpretasi konstitusi, dapat dilihat sebagai intervensi yudisial yang membentuk kebijakan elektoral,” tulis pemohon.
Mereka menilai, kondisi ini berpotensi membuat masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD jadi 7 tahun. Selain itu, hak pilih warga dan prinsip periodisitas pemilu dianggap ikut terdampak.
Khawatir kekosongan jabatan
Sementara dalam gugatan nomor 126, pemohon menganggap pemisahan pemilu nasional dan daerah bisa menimbulkan kekosongan jabatan legislatif daerah hingga 2,5 tahun. Hal ini dikhawatirkan akan melumpuhkan jalannya pemerintahan di tingkat lokal.
Pemohon juga meminta MK menyatakan bahwa putusan 135/PUU-XXI/2024 tidak punya kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan putusan perkara nomor 135/PUU-XXI/2024 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tulis mereka dalam petitum.
Putusan MK Soal Pemilu Terpisah
Putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 sebelumnya memang menuai perhatian. Dalam putusan itu, MK menyatakan bahwa pemilu nasional (untuk DPR, DPD, dan Presiden) harus dipisah dari pemilu daerah (untuk DPRD dan kepala daerah), dengan jarak 2 hingga 2,5 tahun. MK menyebut demi penyederhanaan pemilu dan efektivitas pemerintahan.
Namun, menurut sejumlah warga keputusan itu justru membuka potensi masalah baru. Terutama memicu masa jabatan yang menjadi terlalu lama dan potensi kevakuman dalam pemerintahan daerah
- Penulis: Nisrina