MK Terima 5 Gugatan Formil UU TNI: Sidang Legalitas Carry Over
- account_circle Nazula Destiyana
- calendar_month Sel, 1 Jul 2025

menalar.id – Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Mohammad Novrizal, mengatakan DPR tidak memenuhi syarat carry over (pemindahan pembahasan) saat membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI Perubahan. Ia sampaikan dalam kesaksian dari pihak pemohon dalam sidang pengujian formil UU Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (1/7/2025).
“DPR tidak pernah mencantumkan dokumen tertulis yang menjelaskan dasar hukum penggunaan mekanisme carry over dalam pembahasan RUU TNI Perubahan,” ujar Novrizal.
Ia menjelaskan bahwa DPR seharusnya mengeluarkan surat keputusan resmi sebagai dasar legal pembentukan undang-undang secara carry over. Pasal 71A UU Nomor 15 Tahun 2019 yang mengubah UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3) mengatur bahwa DPR hanya boleh memindahkan pembahasan RUU ke periode berikutnya jika memenuhi syarat tertentu.
Namun, menurut Novrizal DPR tidak menunjukkan bukti tertulis yang menyatakan bahwa RUU TNI Perubahan sah secara carry over, meskipun telah menyampaikan hal tersebut dalam sidang sebelumnya.
“DPR bahkan tidak memperbarui surat keputusan yang bisa membenarkan mekanisme carry over untuk RUU TNI Perubahan,” tambahnya.
Novrizal menegaskan Pasal 71A UU P3 mensyaratkan kesepakatan politik dan pembahasan DIM sebelum masa keanggotaan DPR berakhir. Ia menemukan DPR belum membahas DIM RUU TNI Perubahan sebelum periode 2024–2029.
“Kesimpulannya, DPR belum membahas DIM RUU TNI Perubahan di periode sebelumnya, sehingga RUU ini tidak memenuhi syarat carry over,” tegasnya.
Menurut Novrizal, DPR melanggar prosedur karena mengesahkan UU TNI pada 26 Maret 2025 tanpa memenuhi syarat. Dalam sidang, Hakim Arsul Sani menyoroti pernyataan Presiden soal kesepakatan menyerahkan pembahasan RUU TNI ke DPR periode 2024–2029.
Arsul mempertanyakan apakah kesepakatan tersebut sah secara hukum, meskipun UU P3 tidak mengatur secara spesifik mekanisme tersebut.
Ia bertanya, “Apakah hal yang tidak diatur secara spesifik dalam UU P3 otomatis menjadi tidak boleh dilakukan? Jika tidak boleh, atas dasar apa? Jika boleh, dasar hukumnya apa?”
Menanggapi itu, Novrizal menekankan bahwa semua tindakan pejabat negara harus berlandaskan hukum agar penyelenggaraan negara berjalan tertib. Ia juga menyarankan agar DPR melengkapi aturan dalam tata tertibnya jika memang belum ada.
“DPR bukan lembaga baru. Mereka seharusnya tahu prosedur yang benar dalam membuat undang-undang,” ujarnya.
Kampus Yang Ikut Menggugat
Gugatan uji formil terhadap UU TNI tercatat dalam lima perkara di Mahkamah Konstitusi, yaitu perkara nomor 45, 56, 69, 75, dan 81/PUU-XXIII/2025. Mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, dan koalisi masyarakat sipil mengajukan kelima gugatan tersebut.
Lima dari total sebelas gugatan yang masuk telah ditolak Mahkamah karena para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Sementara satu gugatan lainnya telah dicabut.
Lima gugatan yang ditolak berasal dari mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Universitas Internasional Batam, Universitas Pamulang, Universitas Brawijaya, serta dari masyarakat sipil atas nama Christian Adrianus Sihite dan Noverianus Samosir.
Penulis Nazula Destiyana
Sejak kecil tumbuh di antara koran dan buku, kini berkembang menjadi penulis yang mengeksplorasi jurnalistik, penelitian, dan media digital. Aktif dalam kompetisi menulis dan UI/UX, serta selalu penasaran dengan dunia politik dan sains teknologi.
