Jokowi Buka Suara Soal Whoosh: Negara Rugi Akibat Bandung Macet
- account_circle Nazula Destiyana
- calendar_month Sen, 27 Okt 2025

menalar.id – Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), akhirnya angkat bicara mengenai proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) yang menuai sorotan publik karena tingginya beban utang. Ia menjelaskan alasan di balik pembangunan proyek transportasi massal tersebut.
Menurut Jokowi, pembangunan kereta cepat dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kemacetan parah di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Selain Whoosh, pemerintah juga mengembangkan berbagai moda transportasi publik lain seperti MRT dan LRT.
“Ini sudah sejak 30 tahun, 40 tahun yang lalu, 20 tahun yang lalu dan Jabodetabek juga kemacetannya parah,” kata Jokowi, di Kottabarat, Senin (27/10/2025).
Jokowi menambahkan, tidak hanya Jabodetabek, Kota Bandung pun mengalami kemacetan serupa. Ia memperkirakan, kemacetan di dua kawasan itu menimbulkan kerugian ekonomi hingga Rp 100 triliun per tahun.
Untuk itu, dibutuhkan moda transportasi massal agar masyarakat beralih dari kendaraan pribadi dan dapat menekan kerugian ekonomi tersebut.
“Nah, untuk mengatasi itu kemudian direncanakan dibangun yang namanya MRT, LRT, kereta cepat, dan sebelumnya lagi KRL. Ada juga kereta bandara agar masyarakat berpindah dari transportasi pribadi mobil atau sepeda motor ke sepeda motor,” jelasnya.
Lebih lanjut, Jokowi menegaskan bahwa pembangunan transportasi massal seperti kereta cepat, MRT, LRT, kereta bandara, dan KRL bukan bertujuan untuk mencari keuntungan finansial, melainkan memberikan layanan publik.
“Kereta cepat, MRT, LRT, kereta bandara, KRL. Agar kerugian itu bisa terkurangi dengan baik. Dan prinsip dasar transportasi massal, transportasi umum itu adalah layanan publik. Ini kita juga harus ngerti bukan mencari laba,” sambungnya.
Ia menekankan bahwa manfaat transportasi umum tidak dapat diukur hanya dari sisi laba, tetapi juga dari keuntungan sosial, seperti penurunan emisi karbon dan peningkatan produktivitas masyarakat.
“Jadi, sekali lagi, transportasi massal, transportasi umum, itu tidak diukur dari laba, tetapi adalah diukur dari keuntungan sosial. Social return on investment, misalnya, pengurangan emisi karbon,” terangnya.
Jokowi juga mencontohkan bahwa subsidi untuk transportasi publik harus dilihat sebagai investasi sosial, bukan kerugian.
“Di situlah keuntungan sosial yang didapatkan dari pembangunan transportasi massal. Jadi sekali lagi, kalau ada subsidi itu adalah investasi, bukan kerugian. Kayak MRT. Itu pemerintah provinsi DKI Jakarta mensubsidi Rp 800 miliar per tahun itu pun baru dari Lebak Bulus sampai ke HI. Nanti kalau semua rute sudah selesai diperkirakan Rp 4,5 triliun. Dari hitung-hitungan kami dulu 12 tahun yang lalu,” bebernya.
Ketika ditanya apakah ia sudah memperkirakan potensi kerugian Whoosh sebelumnya, Jokowi tidak menjawab secara langsung. Namun ia optimistis bahwa kinerja keuangan proyek akan terus membaik seiring peningkatan jumlah penumpang.
“Itu pun kalau penumpangnya sekarang per hari kan kayak Whoosh itu sudah 19.000 dan sudah mencapai penumpang sampai 12 juta penumpang. Itu kalau setiap tahun naik, naik, naik orang berpindah, ya kerugiannya akan semakin mengecil, semakin mengecil, semakin mengecil.
“Ini kan baru tahun pertama. Mungkin diperkirakan apa EBITDA-nya juga sudah positif dan diperkirakan akan lebih turun lagi setelah enam tahun. Perkiraan, karena ini tergantung perpindahan orang ya dari transportasi pribadi ke transportasi massal,” tuturnya.
Penulis Nazula Destiyana
Sejak kecil tumbuh di antara koran dan buku, kini berkembang menjadi penulis yang mengeksplorasi jurnalistik, penelitian, dan media digital. Aktif dalam kompetisi menulis dan UI/UX, serta selalu penasaran dengan dunia politik dan sains teknologi.
