Ambisi Cepat yang Terjebak Utang, Harapan Hingga Sorotan Proyek Whoosh
- account_circle Azka Al Ath-Har
- calendar_month Jum, 7 Nov 2025

menalar.id,. – Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh lahir dari ambisi besar pemerintah Indonesia untuk mempercepat hubungan antar kota utama di Jawa. Mantan Presiden Joko Widodo meresmikan operasionalnya, pada Senin (2/10/2023), menjanjikan perjalanan 40 menit antara dua kota yang sebelumnya memakan waktu tiga jam menggunakan kereta api.
Berdasarkan AP News, konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengerjakan proyek ini dengan biaya lebih dari USD 7 miliar, hasil kerja sama empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia dan China Railway International Co. Pemerintah menyebut proyek yang termasuk dalam inisiatif Belt and Road itu sebagai simbol modernisasi transportasi nasional.
Financial Times melaporkan biaya pembangunan naik dari estimasi awal USD 6 miliar menjadi lebih dari USD 7,3 miliar karena perubahan rute, kenaikan harga material, dan lemahnya pengawasan keuangan. Lonjakan ini menambah beban utang kepada China Development Bank (CDB), lembaga yang menanggung sekitar 75 persen pendanaan proyek.
Dalam wawancaranya bersama CNBC Indonesia, Selasa (12/12/2023), Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan bahwa teknis pembangunannya menjadi faktor kenaikan biaya.
“Kenaikan biaya terjadi karena kondisi lapangan yang berbeda dari perkiraan awal, terutama pada area terowongan dan tanah yang tidak stabil. Kami sudah menyampaikan laporan ke pemerintah dan pihak Tiongkok,” jelasnya.
Mengutip The Australian, keterisian harian Whoosh hanya separuh dari angka yang diprediksi studi kelayakan, membuat pendapatan belum cukup untuk menutup cicilan pinjaman dan biaya operasional. Tekanan fiskal bertambah ketika tingkat penumpang tak sesuai target.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui bahwa jumlah penumpang masih di bawah harapan. Ia menambahkan bahwa proyek ini menjadi alternatif transportasi untuk memudahkan masyarakat.
“Memang belum sesuai target, tapi ini proyek jangka panjang. Kita perbaiki integrasi dengan transportasi lain supaya masyarakat makin mudah mengakses,” ujarnya dilansir laporan Kompas, pada Kamis (4/1/2024).
Sorotan publik makin tajam setelah muncul dugaan mark-up anggaran. Mengutip CNN Indonesia, biaya pembangunan per kilometer jalur Whoosh mencapai sekitar USD 52 juta, sedangkan proyek serupa di Tiongkok hanya USD 17–18 juta. Perbedaan signifikan ini memunculkan dugaan penyimpangan pada tahap pengadaan dan persetujuan anggaran.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian menaikkan status penyelidikan dugaan korupsi proyek tersebut. Mengutip Tempo, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan akan bertindak tegas jika terjadi penyimpangan atau korupsi.
“Kami sedang mendalami potensi penyimpangan dalam proses penentuan biaya konstruksi. Kalau ada indikasi korupsi, pasti kami tindak,” tegasnya dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, pada Selasa (14/5/2024).
Pemerintah berusaha menenangkan publik agar tidak terjadi kerusuhan dan kesalahpahaman. Mengutip DetikNews, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa proyek Whoosh dalam keadaan baik-baik saja dan akan bertanggung jawab penuh. “Whoosh tidak ada masalah, saya yang tanggung jawab,” tegasnya dalam wawancara singkat di Istana Negara, Jumat (12/7/2024).
Pemerintah menunjuk Badan Pengelola Investasi Danantara untuk menangani penataan ulang utang. Menurut Tempo, skema pembayaran akan dilakukan sekitar Rp 1,2 triliun per tahun agar tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara langsung.
Mengutip Antara News, Selasa (8/10/2025), Sekretaris Perusahaan KCIC Eva Chairunisa menjelaskan bahwa penumpang Whoosh kini terus bertambah dan menjadi salah satu pilihan transportasi umum bagi wisatawan asing.
“Whoosh sudah melayani lebih dari 600 ribu penumpang, termasuk wisatawan asing. Aktivitas ekonomi di sekitar stasiun Tegalluar dan Halim mulai tumbuh pesat.” jelasnya dalam konferensi pers di Stasiun Halim, Jakarta.
Proyek yang awalnya untuk mempercepat pembangunan justru menguji transparansi dan tata kelola investasi negara. Proyek ini kini menjadi tolak ukur bagaimana ambisi besar infrastruktur diuji oleh realitas ekonomi dan tata kelola.
Penulis Azka Al Ath-Har
Tumbuh di antara kegelisahan dan rasa ingin tahu, belajar melihat dunia lewat detail kecil yang sering luput dari perhatian. Tertarik pada isu sosial, budaya, dan kemanusiaan.
