Jerome Polin Dapat Tawaran Jadi Buzzer, Bukti Bobroknya Pemerintah?
- account_circle Nazula Destiyana
- calendar_month Sab, 30 Agu 2025

menalar.id – Youtuber Edukasi Jerome Polin, tengah menjadi sorotan usai membagikan tangkapan layar pesan yang diduga berasal dari seorang admin buzzer. Dalam pesan tersebut, Jerome ditawari untuk mengunggah konten berisi ajakan perdamaian antara masyarakat dengan Pemerintah, Brimob, dan DPR.
Ia membeberkan bahwa pesan tersebut dikirim ke salah satu nomor agensinya, padahal tak memiliki kaitan dengan urusan politik. Tak tanggung-tanggung, nominal yang ditawarkan bernilai fantastis, sekitar Rp150 juta untuk satu unggahan.
“Nih, aku spill. Uang rakyat dipake buat bayar buzzer per orang 150 juta. 1 post kalo dipake buat naikin gaji guru per orang 10 juta, udah bisa bikin 15 guru hidup sejahtera selama sebulan,” tulisnya dalam unggahan, Jumat (29/8/2025).
Jerome mengaku terkejut sekaligus miris dengan tawaran tersebut. Ia pun menegaskan tak akan menerima tawaran semacam itu, apalagi di tengah situasi memanas akibat aksi unjuk rasa yang menewaskan seorang pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan, Kamis (28/8).
Unggahan tersebut pun langsung ramai diperbincangkan publik. Banyak warganet yang mengapresiasi tindakan Jerome karena memilih untuk tidak tergora dengan tawaran nominal besar tersebut.
Di sisi lain, banyak juga yang meluapkan amarah karena hal seperti ini sudah tidak asing di Indonesia, terutama di dunia politik. Hingga kini, identitas pihak yang menghubungi Jerome masih belum jelas.
Tren Buzzer di Politik Indonesia
Istilah buzzer sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Fenomena ini pertama kali ramai di sosial media saat pemilihan umum (pemilu) presiden 2024, ketika banyak akun buzzer bermunculan di berbagai media sosial.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan buzzer? Menurut Wikipedia, buzzer merupakan individu atau kelompok yang bertugas menyuarakan pesan, opini, atau pandangan tertentu terkait isu, gagasan, maupun merk dengan cara sealami mungkin.
Tujuan utamanya untuk memengaruhi opini publik agar sejalan dengan narasi yang ingin mereka bangun. Perlu dipahami bahwa buzzer terbagi menjadi dua jenis.
Pertama, buzzer organik yang berasal dari politik itu sendiri tanpa bayaran. Kedua, buzzer anorganik, yaitu akun dengan pengikut tidak asli atau palsu. Biasanya, pengikut jenis ini berupa bot yang sengaja diciptakan untuk memperdayakan dunia maya.
Di dunia politik, buzzer anorganik sering dikerahkan untuk memberikan citra baik kepada pemerintah atau citra buruk kepada lawan main. Mengutip laporan Kompas, sejumlah buzzer politik mendapat aliran dana hingga Rp1 miliar dalam sekali periode kampanye, Senin (2/6). Sementara lainnya, mendapat bayaran bulanan antara Rp4 juta sampai Rp6 juta per akun.
Mirisnya, praktik serupa juga terjadi di luar momen pemilu. Indonesia Corruption March (ICW) melaporkan pada 2020 pemerintah mengeluarkan anggaran hingga Rp90,45 miliar untuk membayar jasa influencer. Para influencer tersebut ditugaskan untuk mempromosikan sekaligus memengaruhi opini masyarakat terkait program-program pemerintah.
Kasus yang dialami Jerome Polin hanya satu dari sekian banyak bukti bahwa praktik buzzer berbayar masih marak di Indonesia. Tanpa pengawasan ketat, publik berisiko terus dibanjiri narasi yang tidak otentik, bahkan menyesatkan.
Penulis Nazula Destiyana
Sejak kecil tumbuh di antara koran dan buku, kini berkembang menjadi penulis yang mengeksplorasi jurnalistik, penelitian, dan media digital. Aktif dalam kompetisi menulis dan UI/UX, serta selalu penasaran dengan dunia politik dan sains teknologi.