MUI Jelaskan Kriteria Sound Horeg yang Diharamkan: Ketika Mengganggu Orang Lain
- account_circle Sayida
- calendar_month Ming, 13 Jul 2025

menalar.id,. – Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, menjelaskan bahwa fenomena sound horeg bersifat haram ketika aktivitas tersebut mengganggu ketenangan orang lain. Penegasan ini merujuk pada fatwa haram yang telah dikeluarkan MUI Jawa Timur dengan pertimbangan khusus (illa idza).
“Artinya ketika mengganggu orang lain. Mengganggu orang lain itu tidak diperbolehkan,” tegas Cholil dalam Rakernas IKA PMII di Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025). Ia menekankan bahwa sound horeg tidak otomatis haram selama tidak menimbulkan gangguan, tetapi statusnya berubah ketika aktivitas tersebut mengakibatkan kerusakan atau ketidaknyamanan bagi masyarakat sekitar.
MUI Jawa Timur telah mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 pada 9 Juli 2025, menetapkan sound horeg sebagai haram setelah melakukan kajian mendalam bersama para ahli, termasuk ulama dan pakar musik. Keputusan ini muncul sebagai respons atas keluhan masyarakat di Pasuruan dan Malang yang merasa terganggu oleh kebisingan serta aktivitas tidak senonoh yang kerap menyertai pertunjukan tersebut.
“Tentu haram dengan catatan, sound horeg itu mengganggu orang lain, menyebabkan kerusakan,” jelas Cholil. “Illa-nya itu faktor hukumnya adalah idza, menyakiti orang lain, mengganggu orang lain,”
Rektor Ma’had Aly Ponpes Besuk, Muhib Aman Ali, mengungkapkan bahwa fenomena sound horeg telah memicu keresahan di Jawa Timur. “Suaranya sangat keras, mengganggu kesehatan, dan sering diiringi kemungkaran seperti joget tidak senonoh, pergaulan bebas, bahkan konsumsi minuman keras,” ujarnya. Fatwa ini merupakan hasil Bahtsul Masail yang digelar para kiai dan santri dalam Forum Satu Muharram 1447 H akhir Juni lalu.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengonfirmasi bahwa pemerintah daerah sedang menyusun regulasi untuk menertibkan penggunaan sound system berdaya besar di ruang publik. “Sedang digodok, tidak didiamkan. Ini menjadi aspirasi masyarakat,” kata Emil, seperti dikutip Antara, Rabu (9/7/2025). Ia menegaskan pentingnya penanganan bijaksana untuk mencegah potensi konflik sosial.
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Ni’am menambahkan bahwa fatwa ini bersifat kontekstual untuk menjaga kemaslahatan umum. “Fatwa itu mencegah dampak buruk, mulai dari gangguan kesehatan hingga pelanggaran syariat,” jelasnya melalui keterangan tertulis, Kamis (10/7).
Penulis Sayida
Memimpin tim redaksi dengan fokus pada pemberitaan akurat, mendalam, dan memancing nalar pembaca. Fokus di rubrik nasional, ekonomi, dan hukum