150 WNI Hadapi Ancaman Hukuman Mati di Malaysia, Sejumlah Kasus Masuk Tahap Banding
- account_circle Farrel Aditya
- calendar_month Rab, 3 Des 2025

menalar.id,.- Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur mencatat sedikitnya 150 warga negara Indonesia (WNI) menghadapi ancaman hukuman mati di Malaysia. Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya kini masih menjalani proses hukum lanjutan, termasuk mengajukan upaya banding.
“Baik yang kasusnya masih dalam proses penyidikan, persidangan, maupun tahap banding,” kata Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Kuala Lumpur Danang Waskito mengutip CNN Indonesia, pada Selasa (2/12/2025).
Danang menjelaskan bahwa Atase Hukum KBRI Kuala Lumpur bersama Konsulat Jenderal RI (KJRI) Johor Bahru dan KJRI Penang memegang peran penting dalam memastikan setiap WNI yang terancam hukuman mati memperoleh pendampingan hukum yang memadai serta menjalani proses peradilan yang adil (fair trial).
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai langkah untuk memberikan perlindungan dan pendampingan kepada warga negara Indonesia yang terjerat persoalan hukum di Malaysia.
Upaya Advokasi dan Diplomasi di Tahap Krusial
Upaya tersebut antara lain mencakup penunjukan pengacara pembela (defence counsel) bagi WNI yang tidak mampu secara finansial, pemantauan langsung jalannya proses persidangan, serta kehadiran dalam sidang-sidang penting untuk memastikan hak-hak terdakwa tetap dihormati.
Selain itu, dilakukan pula kunjungan konsuler ke tempat penahanan untuk memastikan kondisi fisik dan psikologis para WNI tetap terjaga, serta menjalin komunikasi dengan otoritas hukum Malaysia guna memperoleh informasi yang akurat dan memperjuangkan perlakuan yang manusiawi bagi para WNI.
Pemerintah Indonesia juga menyiapkan dukungan advokasi serta komunikasi diplomatik, khususnya pada tahap-tahap krusial, seperti pengajuan permohonan pengampunan kepada Yang di-Pertuan Agong atau Sultan Negeri.
Menurut Danang, tantangan di lapangan masih tergolong besar. Setiap perkara memiliki dinamika hukum yang berbeda-beda, mulai dari kendala pembuktian, perbedaan bahasa, keterbatasan pemahaman hukum oleh terdakwa, hingga panjangnya proses banding.
“Oleh karena itu, koordinasi lintas lembaga menjadi kunci utama dalam memperkuat efektivitas pelindungan hukum dan diplomatik bagi para WNI,” kata Danang.
Mayoritas Kasus Terkait Narkotika dan Kejahatan Berat
Sebagian besar perkara yang ditangani KBRI berkaitan dengan tindak pidana narkotika, baik sebagai kurir, korban penipuan sindikat, maupun pihak yang terlibat tanpa pemahaman utuh mengenai konsekuensi hukum yang dihadapi.
Selain kejahatan narkotika, terdapat pula kasus pembunuhan serta tindak pidana berat lainnya yang memerlukan perhatian serius, mengingat setiap perkara memiliki dimensi hukum, sosial, dan kemanusiaan yang berbeda-beda.
Danang menegaskan pentingnya bagi Pemerintah RI untuk memastikan setiap langkah yang ditempuh tidak bersifat reaktif semata, melainkan juga preventif. Ia menilai penguatan edukasi hukum serta peningkatan kesadaran akan risiko hukum bagi calon pekerja migran perlu terus dilakukan agar mereka benar-benar memahami konsekuensi dari setiap tindakan di negara tujuan.
“Semoga upaya kita hari ini dapat memperkuat sinergi dan menghasilkan langkah nyata dalam memberikan harapan dan keadilan bagi WNI yang tengah menghadapi situasi sulit di luar negeri, khususnya di Malaysia,” ucap Danang.
Perhatian Pemerintah dan Isu Kewarganegaraan
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum RI, Hantor Situmorang, menyatakan bahwa Atase Hukum KBRI Kuala Lumpur memiliki peran substantif dalam upaya pelindungan WNI.
Salah satu isu tersebut berkaitan dengan status kewarganegaraan, yang menjadi perhatian serius Presiden RI Prabowo Subianto.
“Kegiatan ini tidak hanya wujud kepedulian negara terhadap WNI yang terjerat hukuman mati di luar negeri, tetapi memastikan pemahaman dan interpretasi yang tepat terhadap sistem hukum nasional kita, sekaligus menjembatani komunikasi hukum lintas negara, baik dengan otoritas setempat, hingga stakeholders lainnya, seperti profesi hukum di Malaysia,” ujar Hantor.
“Tidak lupa juga layanan Ditjen AHU yang berkaitan dengan hukum pidana lintas negara seperti Mutual Legal Assistance (MLA), ekstradisi, dan transfer narapidana,” imbuhnya.
Reformasi Hukuman Mati di Malaysia
Sebagai catatan, saat ini Pemerintah Malaysia tengah melakukan reformasi terhadap sistem hukuman mati, yang membuka peluang bagi pengajuan peninjauan kembali (review) maupun permohonan keringanan hukuman (resentencing).
Meski Pemerintah Malaysia telah menerapkan reformasi hukum terkait mandatory death penalty dengan memberikan diskresi kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman alternatif, seperti penjara seumur hidup atau hukuman penjara dalam jangka waktu tertentu, pidana mati masih tetap berlaku dalam sistem peradilan Malaysia.
Oleh karena itu, penerapannya tetap menuntut perhatian serta upaya diplomatik yang serius dari Pemerintah Indonesia, khususnya bagi warga negara Indonesia yang masih menghadapi ancaman hukuman tersebut.
Penulis Farrel Aditya
Seorang pemuda dengan minat terhadap banyak hal dan penuh pertanyaan dalam benaknya. Berharap mampu memberikan dampak positif melalui tulisannya.
