PT Gag Raja Ampat Balik Beroperasi, Masyarakat Indonesia Dikhianati
- account_circle Nazula Destiyana
- calendar_month 14 jam yang lalu

menalar.id – Aktivitas tambang di raja ampat oleh beberapa perusahaan telah menjadi buah bibir publik beberapa bulan terakhir. Izin beberapa perusahaan tersebut ada yang telah dicabut, namun ada pula yang diberhentikan sementara.
Kini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengizinkan kembali operasi PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno, izin tersebut diberikan setelah melalui evakuasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
Tri menambahkan, penilaian PROPER Hijau yang diraih perusahaan turut menjadi salah satu pertimbangan penting.
“Kan secara PROPER dia dapat hijau. Hijau itu artinya, kalau PROPER itu kan ada hitam, merah, biru, hijau, emas. Hijau itu artinya dia sudah comply semua terhadap tata kelola lingkungan plus dia untuk pemberdayaan masyarakatnya ada,” ungkap Tri di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9/9/2025) dikutip CNBC.
Pemilik PT Gag Nikel
PT Gag Nikel sendiri merupakan anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (Antam), yaitu pemegang Kontrak Karya (KK) di Pulau Gag. Izin operasi produksi tambang sudah diterbitkan sejak 2017 oleh Ditjen Minerba ESDM.
Awalnya, perusahaan ini dikuasai mayoritas oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd (APN Pty Ltd) sebesar 75% dan PT Antam Tbk sebesar 25%. Namun sejak 2008, Antam mengakuisisi seluruh saham APN Pty Ltd, sehingga kepemilikan PT Gag Nikel sepenuhnya berada di bawah Antam.
Perusahaan memegang Kontrak Karya Generasi VII No. B53/Pres/I/1998 yang Presiden RI tandatangani pada 19 Januari 1998. Saat ini, PT Gag Nikel mengelola wilayah tambang seluas 13.136 hektare dengan izin operasi produksi berlaku sejak 30 November 2017 hingga 30 November 2047.
Respons Greenpeace
Meski demikian, Greenpeace Indonesia menilai langkah pemerintah sebagai bentuk pengabaian terhadap ekosistem laut Raja Ampat, yang dikenal sebagai habitat bagi 75% spesies terumbu karang dunia. Bersama masyarakat lokal, Greenpeace Indonesia menegaskan komitmennya untuk menolak segala bentuk aktivitas tambang di kawasan tersebut, (9/9).
Mereka mendesak pemerintah segera mencabut izin operasi PT Gag Nikel sekaligus menghentikan seluruh rencana penambangan nikel dan pembangunan smelter di Sorong maupun Raja Ampat. Greenpeace juga menggugat pemerintah Indonesia atas pelanggaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Tak ada nikel yang sepadan dengan hancurnya ekosistem Raja Ampat yang disebut-sebut sebagai surga terakhir di Bumi ini,” pungkas Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas.
Penulis Nazula Destiyana
Sejak kecil tumbuh di antara koran dan buku, kini berkembang menjadi penulis yang mengeksplorasi jurnalistik, penelitian, dan media digital. Aktif dalam kompetisi menulis dan UI/UX, serta selalu penasaran dengan dunia politik dan sains teknologi.