Gula BUMN Tak Laku di Pasaran, ID Food Keluhkan Harga Naik
- account_circle Nazula Destiyana
- calendar_month Sab, 4 Okt 2025

menalar.id – PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau biasa dikenal ID Food membocorkan bahwa sekitar 427 ribu ton gula pasir menumpuk di gudang lantaran tidak laku terjual. Direktur Utama ID Food Ghimoyo, turut memberi alasan mengapa banyak stok gula yang tidak laku, lantara gula produksi BUMN menjadi opsi terakhir yang dipilih pedagang.
Hal tersebut disebabkan para petani juga menjual gula langsung ke pedagang dengan harga serupa, yaitu Rp14.500 per kilogram (kg). Bahkan, tawaran petani dinilai lebih menarik karena memberikan kelonggaran pembayaran selama 30-60 hari.
“Itu sangat menghantam kita, karena kita jualnya ke orang yang sama. Kita jualnya ke pedagang, petani juga jualnya ke pedagang. Jadi, kita akan dibeli pada saat yang terakhir,” ujar Ghimoyo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Ia menilai kondisi tersebut merupakan anomali, sebab harga gula di pasar saat ini justru sedang tinggi. Ghimoyo mencatat rata-rata harga gula nasional mencapai Rp17.929 per kg, bahkan di kawasan Indonesia Timur menembus Rp20.753 per kg.
Meski begitu, stok gula ID Food tetap tidak terserap pasar. Padahal sudah dilepas dengan harga terendah Rp14.500 per kg.
“Saat harga gula di pasaran naik, anomalinya, gula BUMN tidak laku. Jadi, gula BUMN itu di gudang-gudang BUMN sudah 400 ribuan, tapi harga gula naik di tingkat ritel. Gulanya sampai sekarang kita lelang gak laku, gak ada yang beli,” keluhnya.
“Pada waktu dilelang dengan harga bawah (Rp14.500 per kg), itu gak ada (pedagang) yang ngambil. Karena di pasaran masih banyak gula, boleh dibilang gula rembes, itu masih banyak di pasar. Ini anomalinya, kan di luar harga mulai merangkak naik, milik kita di BUMN masih gak dapat tuh harga minimumnya,” tambah Ghimoyo.
Isu gula rembes sendiri mencuat karena adanya dugaan gula kristal rafinasi (GKR) dicampur bahan kimia, lalu dijual sebagai gula kristal putih (GKP). Padahal, GKR hanya diperuntukkan bagi kebutuhan industri dan dilarang dijual langsung untuk konsumsi masyarakat.
Lebih lanjut, Ghimoyo menyampaikan bahwa ID Food selama ini juga menampung gula dari petani dengan dukungan pendanaan Danantara. Dari dana itu, ada beban bunga 7 persen yang ditanggung perusahaan, lebih rendah dibandingkan tawaran bank sebesar 8,5 persen.
Namun, karena gula yang diserap tidak terjual, beban bunga tersebut justru makin berat. Ia pun meminta pemerintah memberi subsidi bunga jika ID Food kembali ditugaskan menyerap gula petani demi stabilisasi harga.
“Setiap bulan, ada kira-kira hampir 0,8 persen tambahan bunga,” jelasnya.
“Kami mohon dukungan pemerintah melalui Komisi VI DPR RI agar setiap penugasan yang bersifat stabilisasi harga harus dibantu dengan surat penugasan dan subsidi bunga,” tutup Ghimoyo.
Penulis Nazula Destiyana
Sejak kecil tumbuh di antara koran dan buku, kini berkembang menjadi penulis yang mengeksplorasi jurnalistik, penelitian, dan media digital. Aktif dalam kompetisi menulis dan UI/UX, serta selalu penasaran dengan dunia politik dan sains teknologi.
