AJI dan Publik Unjuk Rasa di PN Jaksel, Ada Apa?
- account_circle Nazula Destiyana
 - calendar_month 9 jam yang lalu
 

menalar.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama masyarakat menggelar aksi unjuk rasa terkait gugatan Menteri Pertanian kepala Tempo, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (3/11/2025). Sejumlah jurnalis tempo, anggota AJI, Komite Keselamatan Jurnalis Indonesia, pakar ahli Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, hingga aktivis sekitar turut hadir.
Beberapa bahkan membawa poster bertuliskan:
- “#Gugat Rp200 miliar = Bangkrutkan Media = Bredel Gaya Baru”
 - “Kebebasan Pers Adalah Hak Asasi Manusia, Jangan Digugat”
 - “Pengadilan Tidak Memiliki Kewenangan Untuk Memeriksa dan Mengadili Gugatan Tempo”
 - ”Mentan Amran Sulaiman Tidak Punya Hak Menggugat Tempo”
 - “Lawan Pembredelan Gaya Baru”
 
Perkara Gugatan
Sebagai informasi, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menggugat artikel berjudul ” Poles-Poles Beras Busuk” yang diterbitkan Tempo soal gabah Bulog. Dalam artikelnya, Tempo menggunakan kata “busuk” dan kalimat kontroversi lainnya untuk mendeskripsikan kondisi gabah yang diproduksi Kementerian Pertanian. Karena hal itu, Amran menuntut Tempo atas pencemaran nama baik sebesar Rp200 miliar, pada Selasa (1/7).
Koordinator Komite Keselamatan Jurnalis Indonesia Erick Tanjung mengkritik bila perkara Amran telah melampaui kewenangan Dewan Pers. Ia menegaskan, setiap sengketa terkait pemberitaan seharusnya selesai melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yaitu melalui Dewan Pers.
”Itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang-undang!” tegasnya, melansir dari siaran kanal YouTube Tempo, Senin (03/11).
Selain itu, Ketua Umum AJI Indonesia Nany Afrida dalam orasinya juga menyampaikan pandangan serupa. Pihaknya menegaskan memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pers di Dewan Pers.
”Kami ingin memberitahukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bahwa kasus Tempo tidak bisa diselesaikan melalui pengadilan,” ucap Nany.
Ia menilai jika mendakwah media ke pengadilan, hal itu sama saja dengan sesat pikiran. Bahkan, Nany meminta seluruh pihak yang tidak tahan kritikan untuk mengundurkan diri dari jabatan.
”Semua orang harus belajar kembali bagaimana cara supaya tahu bahwa media itu adalah anjing penjaga,” cetus Nany.
”Kalau tidak tahan dikritik, silakan mundur. Jangan khawatir. Silakan mundur. Tidak ada rasa malu di situ,” sambungnya.
Data Amnesty International
Kemudian, bila melihat data oleh Amnesty International, sejak lima tahun terakhir, jurnalis menjadi profesi yang paling banyak mendapat sasaran serangan oleh pihak negara dan kepolisian. Hal ini, menjadi kekhawatiran terhadap kebebasan pers.
“Tidak hanya kekerasan fisik, namun juga kriminalisasi, tindakan hukum, dan itu masih kita lihat, terjadi sampai sekarang,” ujar Satya.
Hingga berita ini terbit, belum ada hasil dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan maupun pernyataan Tempo. Adapun terkait sidang lanjutan akan dilaksanakan, pada Senin (17/11).
Penulis Nazula Destiyana
Sejak kecil tumbuh di antara koran dan buku, kini berkembang menjadi penulis yang mengeksplorasi jurnalistik, penelitian, dan media digital. Aktif dalam kompetisi menulis dan UI/UX, serta selalu penasaran dengan dunia politik dan sains teknologi.
