DPR: Tak Semua Masukan Publik Bisa Masuk Revisi KUHAP
- account_circle Nisrina
- calendar_month Jum, 14 Nov 2025

menalar.id – Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyatakan bahwa tidak semua masukan publik terkait revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat diakomodasi dalam pembahasan. Parlemen menargetkan pengesahan RUU KUHAP pada rapat paripurna pekan depan.
“Tentu kami mohon maaf bahwa tidak bisa semua masukan dari semua orang kami akomodasi,” ujar Habiburokhman di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Menurut dia, DPR dan pemerintah menghadapi batasan dalam menyerap seluruh aspirasi sehingga kompromi menjadi pilihan.
Ia menegaskan, pembahasan dilakukan secara transparan dan dengan prinsip meaningful participation. “Bahkan tidak semua keinginan kami pribadi bisa diakomodasi. Inilah realitas parlemen,” katanya.
RUU KUHAP telah disepakati dalam pembahasan tingkat I bersama pemerintah dan akan dibawa ke rapat tingkat II untuk disahkan. Revisi ini menggantikan UU Nomor 8 Tahun 1981 yang telah berlaku 44 tahun dan masuk Prolegnas Prioritas 2025-2026.
Alasan Percepatan Pembahasan
Komisi III DPR dan pemerintah berdalih percepatan diperlukan agar KUHAP baru bisa selaras dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hasil revisi tahun 2023 yang mulai berlaku Januari 2026.
RUU KUHAP disebut akan langsung berlaku tanpa masa transisi, sehingga mengikat aparat penegak hukum maupun masyarakat mulai 2/1/2026.
Panitia Kerja RUU KUHAP juga diketahui kembali membongkar beberapa pasal dalam dua hari terakhir untuk menyesuaikan dengan masukan publik, termasuk dari koalisi masyarakat sipil, organisasi advokat, serta kelompok mahasiswa.
Kritik dari Masyarakat Sipil
Koalisi Masyarakat Sipil menilai proses revisi KUHAP terlalu dipaksakan dan tidak siap diterapkan.
“RUU KUHAP berlaku tanpa masa transisi, langsung mengikat jutaan aparat dan warga tanpa kesiapan infrastruktur dan pengetahuan,” kata Koordinator Koalisi, Muhammad Isnur, dalam keterangan tertulis, Jumat (14/11/2025).
Koalisi menyoroti bahwa draf revisi KUHAP mengamanatkan lebih dari 10 peraturan pemerintah sebagai aturan turunan, yang harus diselesaikan dalam waktu satu tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 332 dan 334.
“Potensi kekacauan praktik KUHAP baru yang diterapkan tanpa peraturan pelaksana akan sangat nyata setidaknya selama setahun ke depan,” ujar Isnur.
Desak Presiden Tarik RUU KUHAP
Koalisi mendesak Presiden Prabowo Subianto menarik draf RUU KUHAP sebelum diputuskan dalam paripurna. Menurut Isnur, masih banyak persoalan substantif dalam naskah yang diputuskan DPR dan pemerintah pada tingkat I.
“Kami menyerukan agar Presiden menarik draf RUU KUHAP per 13 Januari untuk tidak dilanjutkan ke pembahasan tingkat II,” kata Isnur.
Koalisi menilai revisi ini belum memperkuat mekanisme judicial scrutiny dan check and balances. Mereka juga menyinggung bahwa pemerintah dan parlemen tidak semestinya menggunakan alasan pemberlakuan KUHP Baru sebagai pembenar percepatan pengesahan KUHAP.
DPR Tegaskan Proses Sudah Maksimal
Meski menuai kritik, DPR tetap bersikeras bahwa proses revisi KUHAP telah melibatkan publik dan dilakukan secara terbuka.
“Yang paling penting, kami maksimalkan ini sebagai pendamping dari KUHP yang akan berlaku Januari 2026,” kata Habiburokhman. Ia menyebut situasi kompromi antara DPR, pemerintah, dan berbagai pihak sebagai bagian dari dinamika legislasi.
- Penulis: Nisrina
