Kamis, 30 Okt 2025

Pengampunan untuk Dua Tokoh Lawan Politik, Akankah Oposisi Tetap Bertahan?

  • account_circle Nisrina
  • calendar_month Sab, 2 Agu 2025

menalar.id – Langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong memunculkan banyak tafsir politik.

Salah satunya datang dari Ubedilah Badrun, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Jakarta. Menurutnya, manuver ini bisa dilihat sebagai upaya merangkul dua blok politik sekaligus: Megawati Soekarnoputri dan Anies Baswedan. “Prabowo terbaca akan merangkul semuanya. Mungkinkah? Saya cermati itu berat. Sepertinya tidak mungkin tiga blok politik disatukan sekaligus,” kata Ubedilah, Sabtu, 2/8/ 2025.

Ia menilai, walau upaya rekonsiliasi tampak jelas, bukan berarti seluruh blok politik otomatis masuk ke pemerintahan. Menurutnya, Megawati dan Anies mungkin tetap di luar, tapi bisa jadi tak lagi bersikap sekeras sebelumnya. Bahkan PDIP walau bukan partai pemerintah, bisa jadi tetap mendukung dari parlemen.

Oposisi tetap ada

Meski begitu, Ubedilah yakin ruang oposisi tak akan hilang. Jika kinerja pemerintah buruk, menurutnya, kelompok sipil akan mengambil peran sebagai penyeimbang kekuasaan. “Mereka akan terkonsolidasi dengan baik seiring dengan buruknya performa kekuasaan,” ujar Ubedilah. “Jadi akan muncul oposisi alternatif yang lebih terkonsolidasi” imbuhnya.

Spekulasi bertambah setelah Dasco dan Megawati bertemu

Spekulasi ini muncul tak lama setelah Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad memposting fotonya bersama Megawati Soekarnoputri di Instagram. Dalam foto itu, tampak pula Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, serta dua anak Megawati: Puan Maharani dan Prananda Prabowo. “Merajut tali kebangsaan dan persaudaraan,” tulis Dasco di keterangan unggahannya, Kamis 31/7/2025.

Tak lama setelah itu, Dasco mengumumkan amnesti dan abolisi kepada Hasto dan Tom Lembong. Pengajuan disampaikan oleh Prabowo lewat surat tertanggal 30/7/ 2025.

Pemerintah: Demi Persatuan Bangsa

Pemerintah berdalih bahwa keputusan ini dibuat demi persatuan bangsa, apalagi menjelang Hari Kemerdekaan ke-80 RI. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut pertimbangan pemberian pengampunan ini demi kepentingan bangsa dan negara. “Pertimbangannya pasti demi kepentingan bangsa dan negara,” berdasarkan keterangan resmi.

Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro menambahkan, Presiden ingin menyatukan semua elemen melalui simbol-simbol persatuan seperti amnesti dan abolisi. “Misalkan pemberian abolisi, amnesti, atau juga kebijakan lain yang bisa dimaknai dan bisa menjadi faktor mempererat, mempersatukan, seluruh elemen bangsa akan dilakukan oleh Bapak Presiden,” ujar Juri.

Respons akademisi

Namun tidak semua pihak sepakat. Feri Amsari, dosen hukum tata negara Universitas Andalas, mengingatkan PDIP agar tidak lunak hanya karena Hasto mendapat amnesti. Menurutnya, kasus itu digunakan untuk menarik PDIP masuk ke lingkaran kekuasaan.

“Kalau tidak, PDIP terkesan tunduk kepada alat kekuasaan dan tujuan orang melakukan upaya kriminalisasi politik akan bisa dianggap benar,” kata Feri.

Feri menilai praktik seperti ini bisa jadi preseden buruk dalam demokrasi. Ia menyebut taktik seperti ini bisa digunakan untuk melemahkan oposisi lewat jalur hukum, lalu menawarkan jalan damai setelahnya.

“Tinggal kriminalisasi kan lawan, hidupkan kasus lama, lalu kemudian dia akan berputar arah, mendukung pemerintah, dan itu sangat buruk dalam alam demokrasi konstitusional kita,” ujarnya.

Adi Prayitno sebagai pengamat politik dari UIN Jakarta punya sudut pandang lain. Menurutnya, langkah Prabowo ini upaya menjaga kondusivitas politik nasional, apalagi dua tokoh yang diberi pengampunan berasal dari kubu pesaingnya di Pilpres 2024. “Kasus ini memantik pembelahan publik cukup ekstrem dan menyerang pemerintah secara terbuka,” kata Adi.

Namun, ia menilai belum tentu amnesti ke Hasto otomatis membawa PDIP ke dalam pemerintahan. “Tak sesederhana itu. PDIP kelihatan ingin di luar, tapi dalam praktiknya PDIP dukung penuh Prabowo,” katanya.

Sementara itu, Dosen komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio (Hensa), melihat langkah Prabowo sarat simbol politik persatuan. Tapi, menurutnya ada risiko persepsi publik terhadap langkah ini. “Kelompok anti-korupsi dan kritis bisa memandang ini sebagai langkah yang melemahkan keadilan,” katanya.

Hensa menilai, Prabowo perlu mengelola komunikasi publik dengan baik. Jika masyarakat merasa langkah ini hanya untuk kepentingan politik maka kepercayaan bisa turun. “Prabowo sedang main di level tinggi. Dia pakai simbol-simbol politik untuk bicara soal persatuan, tapi kalau publik curiga ini cuma akal-akalan, narasinya bisa jatuh.” ujarnya

 

  • Penulis: Nisrina

Rekomendasi Untuk Anda

  • purbaya

    Purbaya Usul WA Khusus Aduan Oknum Bea Cukai yang Bermasalah

    • calendar_month Sen, 13 Okt 2025
    • account_circle Nazula Destiyana
    • 0Komentar

    menalar.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berencana membuka layanan WhatsApp (WA) khusus agar masyarakat dapat melaporkan oknum petugas Pajak dan Bea Cukai yang berbuat nakal. Rencana tersebut ia sampaikan usai inspeksi mendadak (sidak) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Purbaya menegaskan, saluran itu disiapkan sebagai jalur komunikasi langsung antara dirinya dan masyarakat. “Laporan […]

  • brimob

    Dipatsus 20 Hari, 7 Brimob yang Lindas Ojol Terbukti Langgar Etik

    • calendar_month Sab, 30 Agu 2025
    • account_circle Nazula Destiyana
    • 0Komentar

    menalar.id – Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memutuskan tujuh anggota Brimob sebagai pelanggar kode etik terkait insiden maut yang menewaskan driver ojek online (ojol) Affan Kurniawan. Propam menjatuhi sanksi berupa penempatan khusus (patsus) selama 20 hari di Mako Propam Mabes Polri. Kepala Divisi Propam Polri Irjen Abdul Karim, menjelaskan masa pertahanan tersebut bisa diperpanjang […]

  • Tragis, Mahasiswa UGM Tewas Akibat Kecelakaan Mobil BMW

    Tragis, Mahasiswa UGM Tewas Akibat Kecelakaan Mobil BMW

    • calendar_month Sel, 27 Mei 2025
    • account_circle Nazula Destiyana
    • 0Komentar

    menalar.id – Argo Ericko Achfandi, mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) tewas dalam sebuah kecelakaan maut di Jalan Palagan Tentara Pelajar, Sleman, pada Sabru (24/5/2025). Polisi menetapkan Christiano Pengarapenta Pengidahen sebagai pelaku tabrakan mobil BMW yang ia kendarai, yang juga berstatus sebagai mahasiswa UGM. Pada saat kejadian, korban melaju dari arah selatan ke utara. Polisi menduga, korban […]

  • Tren Rojali di Korsel, Warganet: Kursi Kafe Diambil Alih!

    Tren Rojali di Korsel, Warganet: Kursi Kafe Diambil Alih!

    • calendar_month Rab, 20 Agu 2025
    • account_circle Nazula Destiyana
    • 0Komentar

    menalar.id – Fenomena “cagongjok” sedang ramai dibicarakan di Korea Selatan. Istilah ini berasal dari gabungan kata cafe, gongbu (belajar), dan jok (kelompok), yakni merujuk pada orang-orang yang menjadikan kafe sebagai tempat belajar atau bekerja dalam waktu lama. Menurut laporan The Korea Herald, tren ini semakin terlihat jelas baik di Seoul maupun kota-kota lainnya. Banyak kafe […]

  • Vonis Kontroversial untuk Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun

    Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Walau Terbukti Tidak Ada Aliran Dana

    • calendar_month Sab, 19 Jul 2025
    • account_circle Sayida
    • 0Komentar

    menalar.id,. – Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4,5 tahun penjara kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dalam kasus korupsi impor gula, Jumat (18/7/2025). Putusan yang lebih ringan dari tuntutan jaksa 7 tahun ini memicu polemik, terutama terkait pertimbangan hakim yang menyebut kebijakan Lembong terlalu kapitalistik. Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika bersama hakim anggota Alfis […]

  • Menteri Fadli Zon Menyangkal Kekerasan Seksual Mei 1998

    Menteri Fadli Zon Menyangkal Kekerasan Seksual Mei 1998

    • calendar_month Ming, 15 Jun 2025
    • account_circle Sayida
    • 0Komentar

    menalar.id,. – Pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal terjadinya kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 memicu kecaman luas dari berbagai kalangan. Dalam debat di kanal YouTube, politikus senior itu menyebut laporan kekerasan terhadap perempuan Tionghoa saat itu sebagai rumor tanpa bukti. Pernyataan itu kontan ditentang oleh para aktivis, Fadli Zon dinilai mengaburkan sejarah […]

expand_less